Senin, 28 April 2008
Tugas 1BK(Membuat daftar pertanyaan)
2. Apakah potensi bawaan siswa dapat berubah dalam meraih kesuksesan dan kebahagiaan hidupnya?
3. Seberapa kuat pengaruh lingkungan belajar siswa dalam kegiatan belajar mengajar?
4. Apa saja contoh konkrit keunikan siswa?
- Teori Belajar Konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain.
Sehingga teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan, atau teknologi dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
Dari ketiga teori belajar di atas terdapat hal menarik yang perlu kita perhatikan, yaitu akar filosofis ketiga teori tersebut di antaranya ada yang berakar pada hasil filsafat materialisme, yaitu teori belajar behaviourismenya Pavlov dimana manusia memiliki kesamaan yang mutlak dengan hewan untuk dibiasakan memiliki kemampuan tertentu atau untuk dididik dengan cara tersebut.
Kemudian, usaha Idealisme dalam konsep teori belajar Kognitivisme sepertinya merupakan sebuah aliran pendidikan yang juga memiliki kaitan filosofis dengan filsafat Materialisme dimana kekuatan akal atau pikiran dijadikan satu-satunya objek pendidikan.
Sedangkan Humanisme pada teori belajar Konstruktivisme membawa manusia untuk bisa menjadikan teori belajar ini bisa digunakan untuk mendidik manusia dengan merdeka, meski belum diketahui betul apakah ada kaitan dengan aliran filsafat pendidikan tertentu. “Benarkah naturalisme ?”. (Pertanyaan alternatif).
Akan tetapi yang lebih penting kita cermati dari pembelajaran dengan menggunakan teori belajar yang dirumuskan para ahli barat di atas perlu diambil hal-hal yang baiknya saja agar kita bisa melakukan inovasi untuk pelaksanaan sebuah pembelajaran yang dirumuskan menjadi sebuah konsep yang aplikatif dan efektif bagi penyelenggaraan pendidikan yang manusiawi.
Demikianlah tiga teori belajar yang terkenal di atas. Bisa digabungkan atau dibuat sebuah tori baru. FYI : teori belajar yang baik harus dapat membelajarkan manusia seutuhnya meliputi pembelajaran ruhani (hati), akal (pikiran) dan jasmani (tubuh/jasad).
Tugas Teori Belajar
A. Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.
Beberapa hukum belajar yang dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
- Law of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang memuaskan, maka hubungan Stimulus - Respons akan semakin kuat. Sebaliknya, semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
- Law of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit), dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
- Law of Exercise; artinya bahwa hubungan antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2. Classical Conditioning menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
- Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan meningkat.
- Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
3. Operant Conditioning menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F. Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
- Law of operant conditining yaitu jika timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan meningkat.
- Law of operant extinction yaitu jika timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya seperti dalam classical conditioning.
4. Social Learning menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method), Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.
B. Teori Belajar Kognitif menurut Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
- Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
- Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
- Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
- Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
- Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
C. Teori Pemrosesan Informasi dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3) pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7) perlakuan dan ( umpan balik.
D. Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
- Hubungan bentuk dan latar (figure and gound relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
- Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
- Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
- Arah bersama (common direction); bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
- Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan keteraturan; dan
- Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Terdapat empat asumsi yang mendasari pandangan Gestalt, yaitu:
- Perilaku “Molar“ hendaknya banyak dipelajari dibandingkan dengan perilaku “Molecular”. Perilaku “Molecular” adalah perilaku dalam bentuk kontraksi otot atau keluarnya kelenjar, sedangkan perilaku “Molar” adalah perilaku dalam keterkaitan dengan lingkungan luar. Berlari, berjalan, mengikuti kuliah, bermain sepakbola adalah beberapa perilaku “Molar”. Perilaku “Molar” lebih mempunyai makna dibanding dengan perilaku “Molecular”.
- Hal yang penting dalam mempelajari perilaku ialah membedakan antara lingkungan geografis dengan lingkungan behavioral. Lingkungan geografis adalah lingkungan yang sebenarnya ada, sedangkan lingkungan behavioral merujuk pada sesuatu yang nampak. Misalnya, gunung yang nampak dari jauh seolah-olah sesuatu yang indah. (lingkungan behavioral), padahal kenyataannya merupakan suatu lingkungan yang penuh dengan hutan yang lebat (lingkungan geografis).
- Organisme tidak mereaksi terhadap rangsangan lokal atau unsur atau suatu bagian peristiwa, akan tetapi mereaksi terhadap keseluruhan obyek atau peristiwa. Misalnya, adanya penamaan kumpulan bintang, seperti : sagitarius, virgo, pisces, gemini dan sebagainya adalah contoh dari prinsip ini. Contoh lain, gumpalan awan tampak seperti gunung atau binatang tertentu.
- Pemberian makna terhadap suatu rangsangan sensoris adalah merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan sebagai suatu reaksi yang statis. Proses pengamatan merupakan suatu proses yang dinamis dalam memberikan tafsiran terhadap rangsangan yang diterima.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
- Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
- Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
- Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
- Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
- Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
Selasa, 08 April 2008
Salah Satu Permasalahan Dalam Silabus BK
- Permasalahan
- Penanggulangan masalah
Rabu, 26 Maret 2008
Silabus BK
Senin, 10 Maret 2008
Remaja dan HIV/AIDS Kini semakin sering kita dengar remaja dihubungkan dengan kejadian HIV/AIDS. Hal ini sangatlah masuk akal karena remaja dengan mobilitas dan interaksi di lingkungan sosialnya sangat memungkinkan terjadi kontak dengan virus HIV dari pergaulannya. Saat ini di dunia ada sekitar 10 juta remaja hidup dengan HIV/AIDS. Pada saat yang sama remaja juga adalah kelompok paling potensial sebagai sebuah pilihan untuk menjadi penggerak utama untuk berperan dalam menurunkan angka kejadian infeksi baru HIV. Remaja saat ini juga sedang berada dalam sebuah kegundahan situasi karena sekali lagi masih lemahnya akses akan informasi tentang HIV/AIDS yang benar, tekanan dari pergaulan sebayanya, ketidakmampuan mengkalkulasikan risiko, ketidakberdayaan dalam mengambil keputusan termasuk menyatakan tidak buat narkoba, ketidaktahuan dalam menjalankan aktivitas seks yang aman dan akses pelayanan yang terbatas terhadap penggunaan kondom itu sendiri.
Secara global, hampir seperempat dari mereka yang hidup dengan HIV adalah berumur kurang dari 25 tahun dan sepertiga dari perempuan yang telah terinfeksi adalah berusia 15-24 tahun. Di Bali sendiri hingga Juni 2007 tercatat kasus komulatif HIV/AIDS sebanyak 1508 orang. Berdasarkan umur, kelompok umur 20-29 tahun masih menduduki posisi pertama dengan 788 kasus (55 persen). Menyusul kemudian kelompok umur 30-39 tahun dan 15-19 tahun. Dari data ini ada sebuah hal yang menarik untuk disimak bahwa yang terkena adalah kelompok usia produktif, yang bisa jadi prilaku berisikonya sudah dilakukan sejak usia remaja sehingga sejak remaja pula sebenarnya kemungkinan sudah tertular.
Hak Reproduksi dan Seksual RemajaRemaja memiliki hak reproduksi dan seksual yang merupakan bagian dari hak aasi manusia. Ini juga penting untuk disimak, karena belum banyak remaja dan orang dewasa yang menyadari hal ini. Indonesia adalah salah satu dari 178 negara di dunia yang telah ikut menandatangani rencana aksi dari Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan (ICPD, Kairo, tahun 1994). Rencana aksi ICPD mengisyaratkan bahwa “negara-negara di dunia didorong untuk menyediakan informasi yang lengkap kepada remaja mengenai bagaimana mereka dapat melindungi diri dari kehamilan yang tidak diinginkan, infeksi menular seksual dan HIV/AIDS”. Dan pemerintah Indonesia melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009 menyatakan bahwa salah satu arah RPJM adalah meningkatkan kualitas kesehatan reproduksi remaja. Kondisi ini memberikan kerangka legal bagi pengakuan dan pemenuhan hak-hak reproduksi dan seksual remaja di Indonesia.
Ini dia hak-hak reproduksi dan seksual remaja itu. 1) Hak untuk menjadi diri sendiri: membuat keputusan, mengekspresikan diri, menjadi aman, menikmati seksualitas dan memutuskan apakah akan menikah atau tidak. 2) Hak untuk tahu: mengenai hak reproduksi dan seksual, kesehatan reproduksi dan seksual, termasuk infeksi menular seksual dan HIV/AIDS. 3) Hak untuk dilindungi dan melindungi diri: dari kehamilan yang tidak direncanakan, aborsi tidak aman, infeksi menular seksual, HIV/AIDS dan kekerasan seksual. 4) Hak mendapatkan pelayanan kesehatan: secara bersahabat, menyenangkan, akurat, berkualitas dan dengan menghormati hak remaja. 5) Hak untuk terlibat: dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program remaja, serta membantu dan memberi pengaruh kepada pemerintah dalam pembuatan kebijakan tentang remaja.
Yang Tragis, yang StrategisSudah jelas sekali bahwa ketidakberuntungan posisi remaja sering kali membawa sebuah “hal tragis” atau permasalahan sangat serius pada remaja. Seringkali dukungan dan kepercayaan yang diharapkan untuk remaja justru tidak didapatkan dari pihak orang dewasa, masyarakat dan bahkan pemerintah. Sering kali dalam wacana orang dewasa, remaja dikontruksikan sebagai sekelompok manusia yang bermasalah bahkan sumber masalah itu sendiri. Ini membuat remaja tidak berdaya atau enggan untuk sekadar mau berdaya. Hal ini tentulah tidak akan bisa mendukung akselerasi upaya-upaya penanggulangan permasalahan yang muncul di remaja. Daftar pertanyaan di awal adalah contoh beberapa hal tragis yang menempatkan remaja menjadi korban dari sebuah sistem yang kurang bisa peduli, memberdayakan dan mendukung remaja.
Hal yang justru dan harus dikembangkan adalah mengikis kekhawatiran orang dewasa akan ketidakmampuan remaja dalam mengambil peranan. Remaja harus diberdayakan. Semua orang harus bisa diingingatkan kembali betapa strategisnya posisi remaja. Jumlah remaja (usia 10-24 tahun) saat ini adalah sejumlah 65 juta jiwa, yang berarti sekitar 30 persen dari total penduduk Indonesia. Perlu digarisbawahi juga betapa pentingnya remaja untuk diperhatikan pemenuhan hak-hak kesehatan reproduksinya, karena bila tidak dilakukan secara serius dan segera maka bisa jadi negara ini akan makin terpuruk dengan permasalahan yang makin menumpuk yang dialami oleh remaja kita, yang katanya calon generasi penerus negara dan bangsa ini.
Peran Remaja di Kampanye MileniumDalam konsep pembangunan dunia secara global yang disebut dengan Kampanye Milenium atau Millenium Development Goals (MDGs) yang disepakati oleh seluruh pimpinan negara-negara di dunia disebutkan bahwa delapan permasalahan di dunia yang perlu diatasi bersama adalah: 1) Kemiskinan dan kelaparan. 2) Kurangnya pendidikan untuk anak dan remaja. 3) Ketidaksetaraan gender serta belum terpenuhinya hak-hak perempuan dan remaja. 4) Kematian bayi. 5) Kurangnya tingkat kesehatan ibu. 6) Permasalahan HIV/AIDS dan infeksi lainnya. 7) Permasalahan lingkungan. Kemitraan global.
Jadi dari sini terlihat bahwa permasalahan yang terjadi di negara kita memang serupa dengan yang terjadi di dunia global. Jadi konsep kampanye milenium ini juga sangat penting untuk menyentuh permasalahan anak, remaja dan HIV/AIDS. Penanggulangan HIV/AIDS pada dasarnya tidak dapat dilakukan secara parsial, melainkan harus secara bersama dan komprehensif. Ini juga terutama untuk menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap remaja di mana hal ini juga masih sering menjadi penyebab termarginalisasinya orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dari kehidupan mayarakat.
Bali perlu bersyukur sudah memiliki Peraturan Daerah no. 3 Tahun 2006 tentang Penanggulangan HIV/AIDS. Tetapi untuk pendekatan kepada kelompok remaja ada beberapa hal yang perlu digaris bawahi.
Pertama, ada yang perlu kita ubah dulu pandangannya. Kurang percayanya pihak pemerintah dan orang dewasa kepada remaja itu sendiri. Karena mungkin secara usia dilihat kelompok remaja masih sangat ”hijau”. (Batasan remaja menurut WHO adalah 12-24 tahun, Depkes 10-19 tahun, BKKBN 10-21 tahun, dan Youth Manifesto tahun 1998 menetapkan 10-24 tahun, bahkan RUU kepemudaan mengusulkan usia 18-35 th untuk pemuda. Yang paling sering dipakai adalah yang 10-24 tahun), dan secara psikologis juga sering kali remaja dianggap kelompok yang masih bersifat transisi, belum mampu mengambil keputusan sendiri. Ini semua tentu saja keliru dalam konteks penanggulangan HIV/AIDS dan permasalahan seksualitas lainnya untuk remaja. Yang tepat adalah remaja perlu didukung untuk mendapatkan akses dan kepercayaan sehingga mampu mengambil keputusan yang bertanggung jawab, termasuk memberikan kesempatan seluas-luasnya buat remaja untuk saling memberikan dukungan dan bersinergi dengan remaja yang lain.
Kedua, kita semua harus ingat bahwa seperti yang sempat disebutkan di atas, jumlah dan kelompok terbesar kasus HIV/AIDS justru datang dari kelompok usia produktif dengan porsi terbanyak adalah kalangan remaja. Bahwa besaran perkiraan angka kejadian HIV/AIDS yang 4000 kasus di Bali adalah diestimasikan berasal dari 1.300 kasus penyalahgunaan narkoba suntik (yang kasusnya banyak menimpa remaja) dan 2.700 dari perilaku seksual yang tidak aman (lagi-lagi juga banyak dialami oleh remaja). Dalam konsep penanggulangan HIV/AIDS itu sendiri baik dari program pendampingan maupun dari program pencegahan dikenal konsep pendampingan dan pendidikan oleh kelompok antar remaja sebaya yang disebut dengan konsep pendidik sebaya atau peer educator (PE). Ini sangat efektif untuk dijalankan.
Penanggulangan HIV/AIDS di kalangan remaja menjadi suatu hal yang penting dan strategis untuk dilakukan. Sekali lagi, kurangnya pengetahuan, ketiadaan akses dan masih adanya bias gender serta mitos-mitos yang berkembang di kalangan remaja adalah beberapa faktor yang mengakibatkan epidemi tersebut berjalan cepat. Epidemi HIV/AIDS menjadi ancaman global dan nasional karena pada kenyataannya jumlah kasus yang belum tercatat jauh lebih besar. Perkiraan di Indonesia pada tahun 2010 diperkirakan akan ada sekitar 100.000 orang yang mengidap AIDS atau meninggal karena AIDS dan akan ada sekitar 1.000.000 orang yang HIV positif.
Sudah saatnya remaja menjadi subyek dan bukan lagi obyek yaitu dengan memberdayakan remaja dalam kegiatan pencegahan terutama di kalangan sebayanya. Juga pelibatan remaja dalam advokasi kepada para stakeholder makin perlu diperbesar kesempatannya untuk ikut meyakinkan bahwa permasalahan ini harusnya mendapatkan perhatian dan suara remaja itu sendiri harus didengar sebagai komponen penting dalam pengambilan kebijakan untuk remaja. Bahkan beberapa strategi-strategi advokatif sanga perlu segera direalisasikan.
Strategi advokasi yang bisa dimunculkan adalah dengan jalan: 1) Memberdayakan remaja agar bisa menumbuhkan kesadaran dan solidaritas bersama untuk bisa mendapatkan pengakuan, memperjuangkan hak-hak remaja, terutama hak-hak reproduksi dan seksual remaja. 2) Mendesak pemerintah agar bisa mengambil keputusan yang pro remaja dengan mengubah regulasi, kebijakan, program dan anggaran agar bisa mendukung pemenuhan hak informasi dan pelayanan HIV/AIDS pada remaja berdasarkan kebutuhan remaja. 3) Melibatkan remaja dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan, implementasi dan monitoring. 4) Mengembangkan akses informasi, pelayanan, konseling, pendampingan dan pelayanan kepada remaja. 5) Meningkatkan kerjasama, koordinasi dan jaringan dengan sektor swasta, LSM dan organisasi remaja, lembaga pemerintah, organisasi profesi, lembaga donor. 6) Mendapatkan dukungan dari masyarakat, lembaga lain terutama pihak media massa untuk melakukan advokasi ke pemerintah dan pengambil kebijakan. 7) Memberdayakan remaja agar bisa menumbuhkan kesadaran dan solidaritas bersama untuk bisa memperjuangkan hak-hak remaja, terutama hak-hak reproduksi dan seksual remaja
Cara terbaik saat ini adalah dengan mempersiapkan remaja untuk mampu melindungi diri dari risiko reproduksi yang tidak sehat dan bahaya penyalahgunaan narkoba dengan memberikan informasi dan keterampilan tentang bagaimana remaja dapat mempraktekkan perilaku reproduksi yang sehat dan bertanggung jawab.
Edukasi lewat jalur intrakurikulum, semikurikulum maupun ekstrakurikulum, terlebih lagi dengan diterapkannya kurikulum berbasis kompetensi saat ini merupakan peluang yang sangat penting guna mendorong pemberian informasi dan keterampilan untuk menerapkan perilaku reproduksi yang sehat dan upaya pencegahan bahaya narkoba dan HIV/IDS di sekolah. Berbagai pihak dapat diajak bekerja sama untuk mengembangkan model pemberian informasi dan keterampilan tersebut. Dengan dikembangkannya kurikulum terintegrasi HIV/AIDS, narkoba dan kesehatan reproduksi di sekolah di beberapa kabupaten dan kota di Bali, serta pembentukan forum guru serta kelompok siswa peduli AIDS dan Narkoba di sekolah-sekolah adalah sebuah langkah besar buat upaya penanggulangan HIV/AIDS di remaja.
Beberapa program yang dilakukan di beberapa sekolah melalui edukasi menggunakan modul berbasiskan teknologi komputer juga akan dikembangan buat remaja sekolah, dan pengaktifan kelompok sebaya remaja oleh berbagai LSM maupun lembaga pemerintah juga patut diacungi jempol. Semua pihak diharapkan bisa berperan. Karena kemitraan adalah kata kuncinya untuk bisa menggalang dukungan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan pemberdayaan ini.
Youth International Day 2007 sebagai Sebuah Momentum RemajaMasih belum banyak yang mengetahui tentang keberadaan tanggal 12 Agustus sebagai Hari Remaja Internasional. Tanggal ini ditetapkan sebagai Hari Remaja Internasional berdasarkan rekomendasi World Conference of Ministers Responsible for Youth yang diselenggarakan di Lisbon pada tahun 1999. Sejak tahun 2000 dan seterusnya hari Remaja Internasional ini mulai dipromosikan sebagai sebuah momentum penting bagi remaja terutama untuk peluang menggiatkan dan melibatkan remaja dalam upaya mengentaskan berbagai permasalahan di dunia. Untuk di Indonesia sendiri secara nasional baru diselenggarakan tahun 2005 yang lalu.
”Be Seen, Be Heard! Youth Participation in Development” adalah besaran tema Hari Remaja tahun 2007 ini yang di Bali dilaksanakan oleh KISARA, kelompok relawan remaja yang memiliki fokus kepedulian pada masalah kesehatan reproduksi, seksualitas dan hak-hak remaja. Tahun ini KISARA menuansakan temanya menjadi .”Be Seen, Be Heard! Ini Waktunya Remaja Peduli!” Karena sudah sewajarnya apa yang ingin dicapai dalam MDGs pada tahun 2015 perlu disosialisasikan dan dihadapi bersama-sama termasuk oleh remaja di dalamnya. Dalam sepuluh tahun terakhir World Programme of Action for Youth (WPAY) menarik kesimpulan bahwa remaja adalah juga komponen potensial dalam ikut berperan dalam menyelesaikan permasalahan di dunia. Dan, sekali lagi, Hari Remaja ini adalah salah satu bentuk momentum yang bisa dimanfaatkan untuk kepedulian, pemberdayaan dan kebersamaan dengan remaja. Sosialisasi akan terus dilaksanakan untuk bisa membuat momentum ini lebih banyak mendapat perhatian lagi dari kalangan luas.
Terutama bisa berpartisipasi di dalamnya dengan cara: 1) Tunjukkan bahwa anda bisa memberi support!
Dukungan untuk remaja kita. Dukungan buat HIV/AIDS. Termasuk bisa berpartisipasi aktif dalam kepedulian dan event kepedulian terhadap anak, remaja dan HIV/AIDS. Untuk bisa memberdayakan bersama anak, remaja dan AIDS. 2) Berkolaborasi! Secara bersama-sama dalam sebuah tim.Baik itu pemerintah, NGO/LSM, kalangan swasata, akademisi dan yang terpenting bisa mengajak remaja untuk berperan aktif untuk fokus dan ikut serta di dalamnya. 3) Adakan kegiatan! Bisa dengan berkumpul membuat forum, kelompok donatur, diskusi publik dan remaja, seminar, serta kampanye untuk membagi-bagikan informasi positif. 4) Ikut merayakan! Kalaupun belum terasa gregetnya di masyarakat, marilah bisa bareng ikut memulai untuk merencanakan dan merayakan event-event kepedulian kepada remaja dan HIV/AIDS. 5) Bantuan media.
Mereka pelaku media atau yang memiliki akses ke media juga diharapkan dukungan positifnya untuk mensupport kegiatan kepedulian ini. Untuk bisa memberikan perhatian dan kewaspadaan yang lebih progresif lagi di bidang ini.
Beberapa agenda memang telah disinergikan dengan Hari Remaja ini. Misalnya program kampanye Lentera- sebuah program sosialisasi HIV AIDS di radio dan beberapa media selama bulan Agustus ini bertemakan tentang AIDS, remaja dan Hari Remaja. Beberapa kegiatan lain yang juga bernafaskan kepedulian dengan remaja di bulan Agustus ini adalah kegiatan renungan dan sosialisasi Hari Remaja serta aksi lapangan. Beberapa kegiatan lain yang juga bernafaskan kepedulian dengan remaja di bulan Agustus ini adalah talkshow khusus hari remaja di radio dan TV, sosialisasi di media cetak, aksi jalanan dan kegiatan launching data survey remaja dan kepedulian artis di hari remaja (Nanoe Biroe dan Baduda Idolnya memilih tidak mengikuti Soundrenaline dan akan menyumbangkan sebagian hasil penjualan kasetnya untuk anak-anak yang terdampak HIV AIDS, aksi pita hijau (simbul kepedulian remaja), edukasi seks ke remaja sekolah, dll.
Jadi Jawabannya Apa?Sekali lagi, banyak pekerjaan rumah yang memang harus diselesaikan bersama-sama untuk remaja kita. Kalau boleh jujur untuk menjawabnya, saat ini remaja kita memang sedang ada dalam keadaan tragis bila kita mau menginventaris data dan fakta yang menjadi permasalahan remaja. Bahkan kalau kita tidak segera berbuat sesuatu bersama-sama, angka-angka permasalahan remaja akan semakin meningkat. Dan ini menjadi lebih tragis lagi.
Tapi kita juga harus optimis bahwa remaja merupakan aset potensial sangat strategis sebagai komponen yang memiliki peran kuat dan solutif bagi permasalahan di negeri ini bila kita mau memanfaatkannya. Bagaimana pun dan atas dasar apa pun tidak ada ruang untuk menolak pengakuan dan pemenuhan hak-hak remaja. Bagaimana pun juga masa depan Indonesia akan dipegang oleh 62 juta orang remaja kita. Dan bagaimana nasib 62 juta remaja ini di masa datang sangat ditentukan dari apa yang kita periapkan untuk mereka hari ini. Generasi yang memiliki pendidikan dan kesehatan yang baik akan menjadi sumber daya yang potensial untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Sebaliknya, jika mereka sakit dan tidak terdidik maka akan menjadi beban negara yang sangat berat.